"Tiba-tiba gue benci hari libur". Ya, itu sepenggal kata dari salah seorang temen gue yang kemudian gue jadiin judul postingan kali ini (dasar coppas-_-). Gue emang setuju banget dengan kata-kata itu, karena emang liburan sehabis ujian nasional kali ini panjaaaaaang (kurang banyak 'a' nya) dan ngebosenin banget. Gue punya beberapa problem atau masalah yang terjadi pada gue di liburan yang ngebosenin dan menyiksa (lebay) kali ini.
Sepatah kata tak dapat terlontar Hanya dapat terukir di atas secarik kertas Mulut yang tak dapat menarikan sebuah pengakuan Bahwa diriku tak ingin jauh darinya Namun, raga tak pernah mendekat Bagai dua kutub yang serupa Ku tak memiliki apa-apa Kecuali segenggam cinta Yang tak pernah mengalir kepadanya Yang tak pernah ia rasakan Yang mungkin tak kan pernah hilang meskipun tergerus gelombang Dan mungkin hanya akan musnah Bersama dengan jasad di akhir hayat (Ilhamsyah)
Hujan lagi hujan lagi. Apakah langit pun bersedih? Seperti sedihnya hati gue? Dengan buruknya nasib gue? Lapernya perut gue? Ah, ya sudahlah. Ada yang mau tau kenapa gue bersedih? Ya, benar. Gue kehujanan. Apalagi yang menyebabkan gue basah selain air hujan. Keluar dari sekolah memang langit sudah mendung, malahan udah gerimis. Tapi gue gak menghiraukan itu. Gue keluar dari sekolah seperti biasa. Gue nyariin temen gue yang biasa pulang bareng sama gue. Namanya Entong. Entong memang teman seperjuangan gue dari pertama kali masuk SMP. Rumah gue gak terlalu jauh sama rumah Entong, dan juga searah kalo pulang, makanya itu gue pulang bareng terus sama dia. Karena hari ini hari Jumat, gue nanya ke Entong apakah dia mau sholat Jumat hari ini. Tapi dia masih belum bisa memutuskan. Ya udah, gue terdiam aja di sudut sebuah mobil angkutan penumpang (yang pasti bukan barang). Gue mau memikirkan seseorang, tapi gue bingung entah siapa yang harus gue pikirkan. Masa, gue mikirin si ...
This comment has been removed by the author.
ReplyDeletegak jadi fah
ReplyDelete