Tugas Cerpen Bahasa Indonesia



 SEKOLAH MENENGAH PERTAMA


Dua tahun yang lalu, di sekitar sebuah tempat wisata di Bogor, di bawah sebuah atap saung kecil sesak karena dipenuhi oleh teman-teman sejawatku yang sedang bersamaku menanti sebuah keputusan yang akan menentukan nasib kami kedepannya dengan penuh kebimbangan. Antara kami akan lulus dari sekolah tingkat dasar atau kami akan menetap di sana hingga menunggu satu tahun lagi agar kami dapat mengangkat kaki dari sekolah dasar. Meskipun kami sangat mengharapkan sebuah kelulusan agar dapat melanjutkan ke sekolah dengan tingkatan yang lebih tinggi lalu kami akan berpisah, tetap saja kami ingin selalu bersama-sama, tidak ingin berpisah, dapat berbagi kisah, berbagi gurauan dan keceriaan. Namun, sekolah lanjutan kami bisa jadi tidak akan sama. Mungkin hanya dalam pertemuan di jalan atau pertemuan berencana di saat dewasa nanti, kami akan bisa kembali melakukan hal-hal itu semua. Namun sekarang, belum tepat waktunya memikirkan kembali masa yang telah lalu. Aku harus memikirkan bagaimana perjuanganku kedepannya di sekolah lanjutan nanti.

Kini aku telah memasuki sekolah lanjutan. Aku memasuki  Sekolah Menengah Pertama di Jakarta. Teman-temanku hampir tidak ada yang berminat sekolah di Jakarta, hanya segelintir saja yang sekolah di sana bahkan dapat diperhitungkan dengan jari dalam satu tangan. Mereka lebih banyak yang memilih untuk sekolah di Bekasi saja, ya, di sekitar rumah mereka, bersebelahan dengan sekolah dasar kami karena jaraknya lebih dekat. Aku juga ingin sekolah di sekolah itu namun, aku berpikir, aku ingin mencoba tantangan baru dengan sekolah di luar daerah sekitar rumahku, dengan cara itu aku akan lebih banyak mendapatkan pengalaman, mendapatkan hal-hal menarik baru, wawasan baru, lingkungan yang lebih luas baru dan tentu saja banyak teman baru.

Pada hari pertamaku menginjak SMP, ada sebuah kegiatan untuk adaptasi para siswa terhadap lingkungan sekolah baru yang dinamakan MOPDB (Masa Orientasi Peserta Didik Baru) atau yang lebih dikenal dengan MOS (Masa Orientasi Siswa). Meskipun pada hari itu aku belum mengenal siapa-siapa namun, hatiku amat senang karena semuanya yang kulihat adalah baru kecuali semuanya yang kukenakan. Aku masih mengenakan seragam sekolah dasar. Namun, aku tetap saja merasa bangga bisa menginjak SMP itu.

Pandangan mataku menuju ke segala arah. Tampak sebuah bangunan bertingkat yang masih kokoh serta kulihat sebuah tiang bendera yang berdiri tegak tanpa gemetar. Sekolah ini juga tampak terlihat masih asri, sejauh mata memandang selalu saja aku melihat pepohonan yang rindang, di bawahnya terdapat tempat untuk duduk para siswa bila sedang jam istirahat maupun pada saat menunggu jam masuk kelas bagi siswa yang masuk di siang hari. Di halaman belakang sekolah, terdapat sebuah kebun sayur-sayuran yang sengaja ditanam untuk menambah indah sekolah ini. Sekolah ini pun terasa sangat luas, di sana terdapat lapangan basket, lapangan voli, dan masih ada lahan untuk lapangan-lapangan lainnya.

Masa MOPDB telah kulewati, sekarang kegiatan belajar mengajar seperti biasa telah dimulai. Pada hari pertama kegiatan belajar mengajar hanya melaksanakan perkenalan saja dengan para guru mata pelajaran yang baru pertama kali masuk ke kelasku. Pada saat itu aku juga berkenalan dengan seorang teman yang bisa dibilang rumahnya tidak begitu jauh dengan rumahku. Perkenalan kami tidak langsung, aku tidak sengaja mengenal dia, ia juga tak sengaja mengenalku, hanya lewat buku absen yang setiap kali guru masuk ke kelas kami dan langsung disebutkannya nama kami.

Nama temanku itu adalah Rifki yang kemudian nanti ia akan menjadi sahabatku. Ia berkulit putih dengan matanya yang besar dan memiliki katup. Entah mengapa, mungkin ia terlalu banyak bergadang hingga kelewat malam. Perbedaan proporsi tubuh di antara kami amatlah jauh kala itu. Ia yang bertubuh kecil, kurus dan lincah sedangkan aku adalah orang dengan tubuh yang gemuk, tidak tinggi dan tidak terlalu lincah. Sangat berbanding terbalik. Tetapi perbedaan itu bukanlah sebuah masalah untuk kami, kami bisa menjadi sahabat tanpa memikirkan perbedaan yang terdapat di antara kami.

Selepas sekolah, kami selalu pulang bersama karena perjalanan menuju rumah kami berada dalam satu arah. Namun, jarak dari sekolah menuju ke rumahku lebih jauh dibandingkan dengan jarak sekolah menuju ke rumahnya. Kami selalu berada dalam kegembiraan dan kesenangan ketika pulang bersama. Beban segala macam pelajaran yang memusingkan kepala tidak terasa ketika kami pulang bersama-sama. Ah, rasanya senang sekali mempunyai sahabat baru.

Tapi ada kalanya kami bermusuhan. Permusuhan kami hanya karena masalah yang sangat kecil. Bagaikan kerikil namun tajam. Ya, permusuhan kami hanya karena masalah teman wanita. Padahal kami masih wangi kencur tapi sudah sangat mengerti dengan hal yang seperti itu. Jika aku membahasnya terasa amat lucu bagiku.

Pada saat itu, kami berada dalam satu kelas dengan seorang teman yang bisa dikatakan paling baik rupanya di kelas. Di kala pulang sekolah kami membahas tentang teman yang telah disebutkan itu. Awal mula Rifki menceritakan siapa orang yang sedang ia sukai. Ini seperti suatu tebak-tebakkan. Ia memberikan ciri-ciri orang yang disukainya itu. Aku belum bisa menjawab. Ia memberikan nama terakhirnya. Aku masih belum bisa menjawab, aku belum terlalu ingat dengan nama lengkap teman-teman sekelasku. Lalu ia memberikan inisial nama depannya, langsung saja otakku tersambung dan langsug mengetahuinya. Tapi, orang yang disukainya itu sama dengan orang yang kusukai. Aku mengatakan kepadanya bahwa aku yang terlebih dahulu menyukainya. Namun ia ingin membuktikan bahwa ia yang lebih dulu mendapatkan perhatian dari orang yang kami sukai itu.

Jelas saja ia lebih unggul dalam hal yang seperti ini, ia sudah berpengalaman dengan hal seperti ini dari sekolah dasar. Lagi pula dalam hal wajah aku tertinggal jauh dengannya. Semua keberuntungan dan semua kesempurnaan ada di dalam dirinya dan tentunya aku tidak mau mengalah begitu saja dengan sainganku itu. Aku melewati jalan lain. Jika dalam hal pelajaran, aku lebih unggul daripada dia, hal ini bisa aku manfaatkan untuk menarik perhatian orang yang kusukai itu. Jika ia bertanya tentang tugas dan ia tak bisa mengerjakannya, aku dengan senang hati akan membantunya. Dengan demikian aku akan lebih dekat dengan dia.

Tetapi apa hasilnya, aku kalah dengan Rifki. Ia lebih dulu mendapatkan orang yang kami sukai itu. Lalu permusuhan di antara kami semakin memanas. Aku sudah tidak berani mencari perhatian dari depan dan pada akhirnya aku melewati jalur belakang. Aku selalu menghubungi orang yang kusukai itu dan selalu memberikan perhatian kepadanya dan beruntungnya ia tidak pernah sungkan ataupun bosan jika aku hubungi setiap hari.

Dan pada akhirnya ia mencurahkan isi hatinya kepadaku tentang Rifki yang tidak pernah memberi perhatian kepadanya. Ia mengatakan bahwa aku lebih perhatian padanya disbanding Rifki. Di kala ini juga seperti ia sudah mulai merasa bosan dengan Rifki. Aku merasa senang sekali dan aku merasa selangkah sudah hampir mendahului Rifki.

Pada suatu hari Rifki mengatakan kepadaku bahwa hubungan di antara mereka sudah berakhir dan tentu saja orang yang kusukai itu mencurahkan tentang hal itu kepadaku sambil menangis. Ia merasa sedih karena Rifki juga adalah orang yang sangat ia sukai. Rifki juga mengatakan kepadaku bahwa hubungan dia berakhir karena kehadiran diriku tetapi untung saja orang yang kusukai itu tidak mengetahuinya. Ini adalah kesempatan bagiku untuk mendapat perhatian dari dia dengan selalu menerima curahan hatinya.

Tiba saatnya aku mengungguli Rifki, aku mendapatkan orang yang amat kuimpikan itu. Setelah menunggu beberapa lama akhirnya tiba juga waktunya. Sungguh senang sekali hatiku. Tetapi kesenanganku tidak berlangsung lama. Aku bingung hal apalagi yang harus kulakukan setelah mengungguli Rifki dan lalu aku sudah mulai jarang menghubungi orang yang kusukai itu karena ia dan aku juga sudah mulai bosan.

Pada akhirnya di suatu hari hubungan kami berakhir. Aku ingin kembali memfokuskan diriku untuk melanjutkan perjuangan mencari prestasi di SMP dan tentunya persahabatanku dengan Rifki kembali membaik. Kami berjanji untuk tidak bermusuhan lagi karena hal yang sangat kecil dan kami segera melupakan orang yang kami sukai itu.

Kami terus melangkah ke depan dengan percaya diri tanpa melirik kembali ke arah belakang. Kami lebih baik bersaing dalam hal yang lebih penting yaitu pelajaran dan prestasi. Tapi sayangnya Rifki tertinggal di belakangku. Jadi, kami tidak bersaing. Kami hanya bekerja sama dan saling membantu dalam hal pelajaran agar kami lebih bersemangat lagi belajar.

Tanpa terasa aku sudah melewati perjuangan tahap pertama di SMP. Walaupun aku telah belajar semaksimal mungkin, aku belum bisa meraih hasil terbaik yaitu hasil yang aku inginkan. Dalam urutan peringkat sekelas, aku hanya bertengger di posisi ketiga. Tapi aku tidak merasa kalah dan berkecil hati dengan para pesaingku bahkan aku merasa bangga dengan hasil yang demikian telah aku dapatkan walaupun belum terlalu memuaskan.

Pada tahap kedua di SMP, aku berbeda kelas dengan Rifki. Tetapi hal ini tidak akan memutuskan persahabatan di antara kami. Kami tetap bisa bermain bersama di kala istirahat atau belajar bersama selepas sekolah.

Pernah pada waktu itu karena kesibukan dia dan kesibukanku dengan tugas-tugas, kami hampir tidak pernah bertemu. Kami hampir saja lupa satu sama lain. Karena memang semua pelajaran dipadatkan pada tahap ini.

Persaingan belajar juga tidak pernah hilang pada tahap ini. Bahkan pesaingku semakin bertambah. Tentu saja aku tidak akan pernah mau mengalah, karena semangat persaingan telah berkobar di dalam diriku. Aku terus berjuang dengan akal pikiran yang sehat dan mengerahkan seluruh tenaga untuk dapat meraih hasil yang terbaik sebisa mungkin. Selagi aku juga masih muda dan selagi aku masih bisa, aku akan menuntut ilmu sebanyak-banyaknya dan lalu membanggakan kedua orang tuaku.

Hasil belajarku selama di tahap ini telah kudapatkan. Aku mendapatkan hasil yang lebih baik daripada tahap pertama meskipun ini adalah bukan hasil terbaik. Aku mendapatkan peringkat kedua. Ini akan menjadi sebuah semangat untukku terhadap tahap selanjutnya nanti yaitu tahap ketiga atau kelas sembilan bahwa aku masih bisa menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Dan ini juga modal utamaku untuk kelas sembilan nanti.

Di kelas sembilan, aku bertemu kembali dengan Rifki. Aku merasa senang karena akhirnya kami bisa berada di dalam satu kelas lagi. Semangat belajarku bertambah satu lagi. Dan tentunya pesaingku juga lebih berat lagi tetapi aku tidak gentar menghadapinya.

Pesaingku sepertinya lebih unggul daripada aku. Ini kembali menjadi semangatku bahwa aku harus lebih baik daripadanya. Menjelang ulangan tengah semester aku lebih menggiatkan belajarku lagi dan berharap akan mendapatkan hasil yang lebih baik daripada dia walaupun hanya dalam satu mata pelajaran. Belajarku tanpa henti demi hasil yang ingin kuraih.

Hasilnya aku bisa mengungguli dia empat sampai lima mata pelajaran. Aku merasa senang dan bangga meskipun mata pelajaran yang penting untuk ujian nanti aku belum bisa mengunggulinya. Kini aku akan terus belajar, aku juga akan terus belajar dari para pesaingku.

Aku menyadari bahwa hal itu semua membutuhkan proses. Proses kita dari bukan apa-apa menjadi orang yang disegani. Proses dari kita belum bisa menjadi yang terbaik hingga berusaha menjadi yang terbaik dan hal yang terbaik dalam hidup kita pasti akan kita dapatkan nanti dengan usaha dan berdoa yang terus-menerus.

Pembuktian bahwa aku yang terbaik atau tidak akan ditentukan dalam ujian nasional dan ujian-ujian setelahnya nanti. Apakah usaha belajarku selama ini akan ada hasilnya yang memusakan atau tidak. Aku selalu berusaha dan berdoa agar aku menjadi yang terbaik dan pastinya bukan hanya dalam soal pelajaran tetapi dalam kesemua hal. Semua usahaku itu demi kesuksesanku nanti dan demi kedua orangtuaku.

Sahabat juga menjadi faktor utama dalam belajarku. Ia menjadi penyemangat belajarku. Dan pesaing bisa menjadi tolak ukur bagiku. Jikalau hasil belajarku lebih baik daripada dia berarti belajarku sudah maksimal tetapi aku juga tidak mudah  puas dengan hasil yang telah aku dapatkan, aku harus meningkatkan lagi belajarku ke tingkat yang lebih sulit dan lebih tinggi. Jika aku sudah melewati semua hal itu, tanpa ragu aku akan meraih impianku di masa yang akan datang dan aku akan menikmati semua hasil usahaku pada masa ini di masa tua nanti.


Ilhamsyah Ali Shariati
                IX-6

Comments

Popular posts from this blog

Kenangan

Basah Kuyup di Jumat yang Basah

Jangan Ganggu Banci